Malang… Kota ini tumbuh begitu pesat sekarang. Setelah empat tahun tak singgah di “Kota Apel”, saya kembali mendapat kesempatan bertandang di basis suporter kesebelasan Arema tersebut. Dengan bekal undangan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Ditjen Dikti Kemendikbud), saya berangkat ke Malang.
Jumat, 13 September 2013 di Hotel Kartika Graha, Jalan Jaksa Agung Suprapto, Malang, menjadi narasumber pelatihan bagi Pranata Humas perguruan tinggi se Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara. Begitulah bunyi undangan Kemendikbud itu. Sehari sebelum menginjakkan kaki di Malang, Kamis (12/9/2013) pagi sekitar pukul 08.15 wib, saya terbang dari Bandung menuju Surabaya. Di Bandung sehari sebelumnya, Saya bersama tim dari kantor menyelenggarakan pelatihan internal Kehumasan untuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Tiba di Surabaya ontime, pukul 09.30 wib, setelah terbang bersama Airbus A 320-200 milik Indonesia Air Asia. Setelah mengikuti beberapa pertemuan dengan sejumlah teman dan kolega di Surabaya, Kamis jelang tengah malam saya baru meluncur ke Malang, menyewa mobil langganan sebuah hotel. Jarak lk 80 km dari Surabaya menuju Malang, cukup ditempuh satu jam dan 40 menit. Sepuluh menit jelang pukul satu Jumat dini hari, saya pun tiba di hotel Kartika Graha, Malang.
Hampir lima jam merebahkan diri di kamar hotel sudah cukup membuat tubuh saya segar kembali, usai menempuh perjalanan estafet Bandung – Surabaya – Malang. Oleh panitia pelatihan, saya mendapat jatah sessi “Indonesia Media Landscape dan Merancang Hak Jawab”, di Jumat pagi itu disambung hingga usai salat Jumat sampai pukul 14.00 wib.
Saatnya sessi saya pun dimulai… Seperti biasa, saya suka “tebar hadiah”, bukan “tebar pesona” loh, setiap kali dapat jatah sebagai narasumber pelatihan semacam ini yang digelar berbagai pihak. Hadiah yang saya berikan, selalu berupa tiket gratis mengikuti pelatihan atau konferensi kehumasan yang diadakan kantor saya, Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat. Dua hadiah saya luncurkan ke peserta di akhir sessi saya, berupa tiket gratis mengikuti konferensi “Indonesia Public Relations Awards and Summit (IPRAS) 2013” senilai @ Rp 2,5 juta/orang, yang akan digelar di Jogjakarta, 28 – 29 November 2013.
Sessi saya pun berjalan dengan lancar. Seperti biasa, Alhamdulillah peserta yang sebanyak 32 orang juga sangat aktif berdialog dengan Saya. Sesekali humor segar saya lontarkan, membuat sessi siang itu tidak meletihkan bagi peserta. Simulasi membuat hak jawab berhasil dilakukan dengan cukup baik. Kesan saya, sebagian besar peserta memahami materi yang saya berikan.
Sore hari di Jumat itu, panitia mengagendakan pula kunjungan peserta ke kantor redaksi harian Malang Post. Sebuah koran harian di Malang yang merupakan bagian dari grup media Jawa Pos. Di luar Malang Pos, di kota ini juga ada harian Radar Malang. Tapi tampaknya Malang Pos lebih besar pasar dan pengaruhnya kepada pembaca di wilayah Malang dan sekitarnya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu). Ini terekam dari penjelasan Sunasib, Pemimpin Redaksi Malang Pos kepada peserta pelatihan. Aktivitas Malang Pos untuk meng-engage pembaca seperti melalui Senam Massal tiap Minggu, adalah salah satu faktor luasnya pengaruh koran ini.
Sejak lebih dari 10 tahun terahir, Malang dan sekitarnya, khususnya Kota Malang tak sekadar berjuluk Kota Apel. Tapi sudah berkembang dengan tambahan predikat “Kota Pelajar”. Diperkirakan lebih dari 200 ribu mahasiswa berkuliah di Malang saat ini dan mengkontribusi peredaran uang per bulan tak kurang dari Rp 350 milyar. Wowwww….!!! Cukup fantastik untuk ukuran wilayah seluas Malang yang hanya terdiri tiga daerah setingkat kabupaten dan kota.
Wajah Malang kini memang penuh nuansa pendidikan. Tebaran kampus negeri dan swasta saling berhimpit di kawasan Dinoyo. Mulai dari Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, hingga Universitas Brawijaya. Di Brawijaya saja, tak kurang kini terdapat 16 ribu mahasiswa yang sedang kuliah menurut penuturan humas universitas itu, Susantinah.
Walau semakin bertumbuh sebagai kawasan kota yang besar, Malang raya belum didukung infrastruktur bandara yang memadai. Bandara Abdurrahman Saleh saat ini, hanya bisa melayani penerbangan dengan pesawat sekelas Boeing 737 seri 300 dan 500 yang berkapasitas 105 penumpang. Atau Airbus A 320-200 berkapasitas 180 penumpang. Sementara pesawat Boeing sekelas 737-800 belum berani mendarat di bandara ini karena landas pacu yang relatif pendek, kurang dari 2500 meter dan topografi Malang yang dikelilingi pegunungan dan beberapa gunung. Akibatnya, frekuensi penerbangan ke dan dari Malang masih sedikit.
Toh begitu, daya pikat Malang tetaplah memesona. Kota ini memiliki ciri khasnya sendiri sebagai sebuah kota pendidikan yang beriringan dengan karakter agrobisnis. Di pusat kota, sejumlah bangunan peninggalan Belanda, dirawat dengan baik. Malah dipergunakan sebagai pusat kantor pemerintahan maupun untuk bisnis.
Hhhhmmm…. Menelusuri sudut-sudut kota Malang hingga merayapi jalan menanjak menuju Kota Batu, saya pun mendapati berbagai kekhasan kota itu. Dan setelah empat tahun tidak menginjakkan kaki ke kota ini, saya pun merasa “jatuh cinta” dengan Malang. Dan itu saya bawa ke Jakarta, kota tempat tinggal saya. From Malang with love…. Semoga bukan sebuah statusisasi melow. Hohohoho… ***